To Understand You – Johndo
Tidak banyak orang yang tahu bahwa Johnny itu sebenarnya sangat rapuh. Di balik tawa renyahnya yang menular, senyuman lebar hingga barisan gigi-giginya terlihat, serta raut wajah gembira yang begitu palsu, Johnny Suh hanya manusia kecil dan lemah yang juga bisa hancur. Dan mungkin Doyoung adalah salah satu manusia beruntung yang dapat melihat betapa kacaunya Johnny kala itu.
Tidak ada hal yang janggal pada saat itu. Bagi Doyoung semuanya berjalan normal layaknya malam-malamnya yang seperti biasa, sunyi senyap. Namun semuanya dibuyarkan oleh suara bel pintu yang ditekan dengan tidak sabaran. Dan itu amat sangat mengganggu bagi Doyoung.
Doyoung kemudian beranjak dari sofanya yang hangat dan berjalan ogah-ogahan mendekati pintu sambil bertanya-tanya orang tolol seperti apa yang menekan bel pintu apartemennya dengan tidak sabaran seperti itu.
Johnny berdiri disana. Wajahnya merah padam berantakan, matanya bengkak sembab, juga bahunya naik-turun tidak beraturan menahan isakan yang kapan saja akan siap meledak keluar dari mulutnya. Tidak pernah sekali pun dalam hidupnya melihat Johnny si pria yang selalu terlihat bahagia itu sekacau ini, sekali pun tidak.
“Doyoung… gue sama Ten putus.”
Ini bukan kali pertama Doyoung mendengar kalimat seperti itu selama bertahun-tahun hidup menjadi sahabat Johnny. Tahun ini saja sudah terhitung dua kali—tiga jika yang ini ikut dihitung—Johnny merengek padanya tentang hubungannya dan pacar-pacarnya yang berakhir begitu saja.
Jadi Doyoung sama sekali tidak mengerti dimana bagian menyedihkannya dari kalimat yang Johnny ucapkan karena beberapa hari setelah putus, Johnny selalu dapat menemukan orang baru yang akan dipacari olehnya.
“Tapi kali ini beda, Doyoung… I really love him lo tau sendiri gue ga pernah sesayang ini sama pacar-pacar gue selain sama Ten. Dia beda.”
Setelah berkata seperti itu Johnny menangis tersedu-sedu sambil menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Doyoung yang terdiam kaget. Kemudian Doyoung membawa laki-laki yang lebih tua darinya itu untuk masuk ke dalam dan mendudukannya pada sofa hangat di ruang tengah apartemennya.
Johnny masih saja menangis ketika Doyoung memeluk dan sesekali mengusap-usap punggungnya menenangkan. Johnny nampak hancur dan Doyoung merasa bahwa dunianya runtuh saat itu juga. Beberapa kali Doyoung mendongakan kepalanya ketika dirasa matanya perih dan air mata siap meluncur kapan saja.
Tidak, Doyoung tidak boleh ikut menangis. Setidaknya untuk saat ini. Doyoung harus kuat demi Johnny.
“Nangis aja kalo lo ngerasa semuanya akan sedikit membaik setelah semua emosi lo meluap...” Doyoung berucap lirih dengan tangan yang tidak berhenti mengusap-usap puncak kepala Johnny.
“Gue ga paham, am I really that bad at loving someone? Semua orang yang gue sayang pasti bakalan pergi gitu aja. Seulgi, Chungha, Ten... semuanya. Even my dad left me when I was 2.“
Doyoung menepuk-nepuk ringan punggung Johnny, “Jangan bilang gitu, lo tau gue sayang banget sama lo dan sampe sekarang gue masih ada disni kan sama lo?”
Johnny menatap Doyoung lama, lalu mengecup pelan keningnya dan berbisik, “I really lucky to have you beside me, as the most important person in my life...”
Doyoung hanya diam, tetapi mengamini itu di dalam hatinya. Ternyata memang benar, to understand Johnny is greater than to love him.