Somebody That I Used to Know – Johndo


Everything felt so right for Johnny. Dirinya, Doyoung, genggaman yang kian mengerat pada tangannya yang melingkari pinggang Doyoung, juga bias matahari pagi yang menyinari helaian rambut lembut Doyoung yang sehitam jelaga.

Johnny bersumpah pada semesta, dia akan menukar apa saja yang ada dalam hidupnya untuk terus berada disini, di momen ini, bersama dengan Doyoung di sepanjang hidupnya.

Sebenarnya ini hanyalah liburan biasa selepas midterm yang begitu menguras otak dan menghilangkan separuh kewarasan. Tanpa persiapan dan rencana yang matang, Johnny, Doyoung, serta beberapa teman terdekat mereka pergi ke selatan Seoul dan menghabiskan dua-tiga hari untuk bermalam di pantai.

Hari pertama sudah mereka lewati dengan bermain beer pong seharian sampai Jungwoo, salah satu di antara mereka, jackpot dan tidak bisa melanjutkan permainan lagi. And it was quite fun actually, seeing people around you get tipsy while throwing some ball to the glasses.

Dan hari kedua ini rencananya akan dihabiskan oleh Johnny dengan berduaan saja dengan Doyoung. Entah itu dengan berjalan-jalan di pantai sambil melempari burung camar dengan cangkang kerang, atau naked cuddle seharian di atas tempat tidur hingga diteriaki Taeyong untuk makan malam. Apapun terdengar bagus jika dilakukan bersama Doyoung.

“Hey, have you ever wake up one day and realize that everything is not right?”

Suara lembut yang perlahan memasuki telinganya itu membuat Johnny tersadar dari lamunannya. Pria itu mengerutkan keningnya sambil menarik punggung Doyoung agar semakin menempel dengan dada telanjangnya.

“Apa maksudnya, Doyo? Hal apa yang mengganggu pikiran kamu, hm?”

Johnny berbisik sambil memberi leher dan punggung Doyoung kecupan-kecupan selembut hembusan angin. Namun Doyoung menghindarinya dan membalikan badannya menghadap Johnny dengan sorot mata yang begitu serius. Dan Johnny harusnya tahu bahwa itu berarti

I don't know, aku rasa kita harus putus.”

Johnny tiba-tiba saja merasa seperti dunianya telah dijungkirbalikan oleh takdir. Refleks, tubuhnya terbangun dari posisi berbaringnya dan menatap Doyoung penuh pertanyaan.

“Apa maksudmu kita harus putus? Semalam kita baik-baik aja, kan? Aku nggak ngerasa kalau aku udah buat suatu kesalahan sampai kamu harus bicara tentang putus.”

Doyoung pun ikut terbangun dari posisinya ketika dirasa Johnny menaikkan nada bicaranya menjadi satu tingkat lebih tinggi. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan Johnny yang tiba-tiba saja terasa begitu dingin dalam genggamannya.

“Aku juga nggak tau, tapi aku rasa kita harus putus John. Bohong kalau aku bilang nggak bahagia selama ini sama kamu, but i don't feel the sparks anymore when i'm with you. Dan aku rasa kita memang sebaiknya harus putus, sebelum ini semua semakin jauh dan kamu semakin tersakiti.”

Johnny hanya diam tidak bergeming di atas tempat tidurnya. Otaknya mencoba memproses semua hal yang terasa begitu tiba-tiba terjadi. Tubuhnya terasa kaku dan tidak bisa merespon impuls apapun setelah bom kata dijatuhkan oleh Doyoung.

Doyoung mencoba untuk bangun dari tempat tidur, memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dan memasuki beberapa ke dalam tas punggung yang dia bawa.

“Aku akan pulang duluan, Gongmyung-hyung akan menjemput. Dan aku juga akan ambil barang-barangku di apartemen kita. Terima kasih untuk semuanya, aku minta maaf.”

Bersamaan dengan berakhirnya kalimat itu Johnny mendengar suara pintu kamar yang tertutup rapat, menelan eksistensi Doyoung yang pergi. Dari kamar itu juga dari hidupnya.

Kadang takdir memang selucu itu.