Hypnotized
Pesta perayaan natal kecil-kecilan di rumah keluarga Beomgyu ini seharusnya terasa hangat karena semua orang berkumpul dan bercengkrama setelah menyantap hidangan utama yang dibuat oleh Mama Choi—dengan dibantu oleh Ryujin, Taehyun dan Beomgyu.
Namun alih-alih merasa hangat, Soobin lebih merasa panas. Tubuhnya seperti terbakar oleh api imajiner yang mungkin saja, bila dia berdiri sedikit lebih lama disini, tubuhnya hanya akan bersisakan abu dan tulang-belulangnya saja.
Rasa panas itu tidak disebabkan oleh banyaknya orang yang memenuhi tiap sudut di rumah Beomgyu. Tidak juga disebabkan oleh mesin pemanas yang hari ini sengaja diatur dengan suhu yang dua derajat lebih tinggi oleh Papa Choi.
Rasa panas yang membakar Soobin hingga ke ujung raganya itu disebabkan oleh Yeonjun, yang kini sedang duduk menggenggam tangan seorang gadis—yang namanya enggan Soobin ingat—sambil sesekali mereka tersipu menanggapi godaan dari orang-orang disekitar.
“Katanya mereka mau tunangan bulan depan.”
Suara itu membuat Soobin tersadar dari pikirannya. Lalu laki-laki itu mendelik kesal pada si sumber suara yang sedang tersenyum meledek menertawakan ekspresi Soobin yang terlihat seperti tengah menahan kentut.
“Udah tau. Beomgyu udah cerita, Kai.”
Kai, yang kini sedang terkekeh kecil menertawakan betapa menyedihkannya Soobin saat ini. Sesekali Kai mencoba menenangkan temannya yang terlihat begitu kalut dengan menepuk pelan pundaknya.
“Masih banyak ikan di laut, don't act like Yeonjun is the only boy you can date in earth.“
“Isn't it weird? Butuh waktu lima tahun untuk gue akhirnya bisa pacarin Yeonjun karena commitment issues yang dia punya. Lalu setelah tiga bulan putus dari gua dengan alasan gua terlalu attached sama dia, he's bringing his fiancée to our party.”
Soobin mengakhiri kalimatnya dengan meneguk habis minuman yang sedari tadi dia genggam di tangan. Rasa menyengat kemudian menyelimuti kerongkongannya hingga membuat kepalanya sedikit pening.
“Ini bukan seperti Yeonjun yang selama ini kita kenal, yang gue kenal.”
Dengan sedikit terhuyung Soobin berjalan mengikuti Yeonjun yang tiba-tiba saja berdiri dan berjalan menuju lorong di sebelah kiri, sepertinya laki-laki itu akan pergi ke toilet.
“Hoi, lo mabuk, jangan aneh-aneh, Bin.” Kai yang sadar Soobin berjalan satu arah dengan tujuan Yeonjun berusaha menghentikannya.
Sayangnya Soobin sedikit lebih gesit hingga Kai tidak dapat menghentikan tubuhnya yang kian menjauh dari pandangannya. Semoga saja laki-laki itu tidak melakukan hal bodoh yang akan membuatnya menyesal selama sisa hidupnya.
Yeonjun sedang mencuci tangannya yang terkena tumpahan soda milik pacarnya yang kegirangan mendengar candaan dari mulut Papa Choi dan Beomgyu. Dasar ayah anak yang kompak.
Tiba-tiba saja tubuhnya yang sedang sedikit membungkuk itu dijatuhi beban cukup berat dari belakang, bersamaan dengan sepasang lengan besar yang melingkari pinggangnya. Terasa begitu panas di atas kulitnya yang masih dilapisi kemeja biru polos.
Yeonjun menatap pantulan beban itu dari cermin yang berada di depannya. Dia Soobin, pria besar yang berada di belakang punggungnya dan tengah memeluknya erat saat ini adalah Soobin, mantan pacarnya.
Untuk beberapa saat Yeonjun lupa bahwa Beomgyu juga merupakan teman baik Soobin yang membawanya pada alasan mengapa Soobin bisa ada di tempat ini bersamanya sekarang.
“Bin? Lo apa-apaan, sih!? Lepasin.”
Yeonjun bergerak risih berusaha melepaskan pelukan Soobin pada pinggangnya yang semakin mengerat. Kepala laki-laki itu juga semakin menunduk membawa hidungnya menelusuri tiap jengkal leher Yeonjun yang tidak ditutupi oleh apa pun.
“Gue cuma mau nyapa lo, Jjunie. Apa kabar, mantan?”
Tangannya kini berusaha menjauhkan kepala Soobin dari lehernya yang sedikit sensitif.
“Lepas, Soobin. Orang lain bisa salah paham kalo ngeliat kita kaya gini.”
Soobin mengangkat wajahnya dari leher Yeonjun dan menatap laki-laki itu melalui pantulan cermin. Tangannya yang semula hanya memeluk pinggang Yeonjun kini sudah beralih menjadi meremas pinggangnya sarat akan rasa posesif.
“Maksudnya pacar baru lo? Lo takut pacar baru lo yang cantik itu nge-gep lo lagi dipeluk dan dicium mantannya kaya gini?”
Soobin kemudian meraih dagu Yeonjun dan menciumnya tepat di bibir. Begitu cepat, dalam dan panas hingga Yeonjun tidak memiliki jeda waktu untuk memprosesnya barang satu detik pun.
Ciuman itu terasa semakin berani ketika Soobin mulai melumat bibirnya dan Yeonjun membalasnya dengan menjulurkan sedikit lidahnya. Begitu berantakan dan basah. Namun Soobin selalu menyukainya.
“Gue denger lo bakal tunangan sama dia bulan depan,” Soobin berbisik tepat di depan bibir Yeonjun yang sedikit lebih merah sehabis dilumat. “akhirnya lo sampai juga di titik untuk settle down, ya. It don't sound much like you, Jjunie.”
Yeonjun menahan erangannya ketika dengan berani Soobin mulai melucuti kancing kemejanya dan memberika ciuman seringan kupu-kupu pada kulit yang kini tidak tertutup oleh apa pun.
Seluruh sel otak Yeonjun terasa mati ketika merasakan ciuman selembut itu di tubuh bagian atasnya. Laki-laki itu tidak bisa berpikir atau mengeluarkan sedikit tenaga untuk mencegah Soobin mencium seluruh bagian tubuhnya lebih jauh. Singkatnya, Yeonjun menikmatinya.
“Yeonjun yang gue tau tuh nggak pernah mau terlibat suatu komitmen sama siapa pun. Dia nggak suka diikat atau terikat sama orang lain. Kok tiba-tiba bisa berubah gini, ya?”
Soobin berujar sambil membawa salah satu tangannya untuk meremas bongkahan pantat Yeonjun dan mengangkat tubuhnya untuk duduk di atas washtafel. Hal itu membuat Yeonjun kembali mendapatkan akal sehatnya dan mendorong tubuh Soobin untuk menjauh.
“Soobin, kita udahan. Lo nggak bisa kaya gini.” Yeonjun berkata dengan tegas berusaha melawan Soobin yang semakin menghimpitnya diantara cermin washtafel dan tubuh besarnya.
“Nggak, Jjunie. Gue disini buat bantu lo sadar kalo semua ini bukan lo banget. Yeonjun yang gue tau, yang anak-anak tau tuh nggak kaya gini.”
Soobin meraba garis otot yang terbentuk dari dada hingga ke perut Yeonjun hingga pada akhirnya kembali meremas kencang pinggang Yeonjun dengan telapak tangannya yang begitu panas.
“Putus dari gue kayanya buat lo jadi bego, ya? Lo pikir dengan lo ajak tunangan cewek lo itu dia bakalan stay selamanya sama lo? Nggak akan, Jjunie. Nggak akan.”
Soobin kini menggantikan jejak yang dibuat oleh jemarinya dengan lidahnya yang basah. Menelusuri tiap lekukan tubuh Yeonjun tanpa melewatkan satu inchi pun. Dimulai dari lehernya yang bersih lalu berlanjut meninggalkan sedikit gigitan pada tulang selangkanya.
“Semua orang yang lo sayang selalu pergi, Yeonjun. Dan cuma gue yang selalu tinggal untuk nemenin lo. Itu yang selalu lo bilang.” Soobin berbisik di depan puting dadanya yang sedikit menegang setelah terkena hembusan napas Soobin. Lalu laki-laki itu melumat putingnya hingga membuat Yeonjun menutup mulutnya agar desahannya tidak keluar.
Setelah dirasa puas mengerjai dada mantan kekasihnya itu Soobin kembali memagut bibir Yeonjun, kali ini sedikit lebih lembut dari sebelumnya. Soobin ingin membuat Yeonjun merasa nyaman dengan sentuhannya kali ini.
Dan benar saja ketika Yeonjun sudah mulai terbiasa dengan ritme ciuman dari Soobin, laki-laki itu membalas lumatannya. Membuat cumbuan itu terasa semakin intens tetapi diputus dengan cepat oleh Soobin sebelum semuanya terasa semakin memabukan.
“Nggak lama lagi cewekmu itu pasti ninggalin kamu, Jjunie. Nggak ada orang lain yang lama bertahan setelah tau gimana kamu aslinya kecuali aku.” Soobin berbisik pelan sambil mengusap helaian rambut Yeonjun yang sedikit berantakan. Yeonjun hanya diam menatapnya kosong sambil menunggu kelanjutan dari kalimat yang akan Soobin katakan selanjutnya.
“Balik lagi sama aku, ya? Nggak sekarang pun nggak apa-apa. Aku akan selalu nungguin kamu disini.”
Soobin kini menjauhkan wajahnya dari Yeonjun. Membantunya mengkancingkan kembali kemejanya yang berantakan dan menata rambut Yeonjun agar kembali rapih dan enak dipandang, walaupun tidak serapih ketika adegan cumbu-mencumbu itu belum terjadi.
“Mereka nggak pantes dicintai kamu, Yeonjun. Suatu saat nanti akan ada saatnya dimana kalian akan saling menyakiti dan aku nggak mau itu terjadi. Aku nggak mau mereka sakitin kamu.”
Untuk terakhir kalinya Soobin memagut bibir Yeonjun. Kali ini hanya sebuah kecupan simpel namun agak sedikit lama dan masih membuat Yeonjun terdiam dalam duduknya tidak bisa merespon apa-apa.
“Kalau kamu mau pulang, kamu tau dimana harus cari aku.”
Soobin berbalik untuk pergi dari toilet itu meninggalkan Yeonjun ketika sebuah tarikan lembut dia rasakan dari lengannya. Yeonjun menahannya pergi.
“I'll think about it... kamu nggak keberatan buat nunggu sedikit lebih lama kan?”
Soobin tak kuasa menahan seringaiannya lalu mengangguk pelan. Pintu toilet yang tertutup itu kini menelan bayangan tubuh Soobin yang sudah berjalan menjauh di baliknya.